Cahaya hari ini tak begitu berkilau ria menusuk mata ini, hembusan anginpun berubah dua kali lipat lebih kencang dan udara sejuk semakin menusuk tulang kecilku ini. Semua terasa seratus kali lipat dari yang sewajarnya, mungkin karena efek dari perasaan ini yang membuat aku terlalu melankolis dengan suasana yang ada.
“Fey” Suara khas yang selalu ku dengar hampir setiap harinya.
“Ada apa Sya”
“Thanks ya. Kalau bukan karena lu mungkin gue gak akan pernah chattingan sama dia”
“Oh i-i-i-iya sya”
Pernah tidak kalian merasakan apa yang aku rasakan? menyimpan sejuta pertanyaan akibat perasaan yang tak bisa aku takar ini. Rasya, sahabat sekaligus temanku dari awal aku menghembuskan nafas pertamaku pada muka bumi ini. Bundaku dengan bundanya sudah lama menjadi sepasang sahabat, dan kebetulan juga kelahiranku sepuluh menit setelah kelahiran Rasya. 16 tahun kami berbagi kisah. Dulu hanya rengekan manjanya yang aku dengar setiap hari, kini aku sudah mendengar nama perempuan lain yang sukses menjadi mengisi kekosongan dalam jiwanya. Teriakan siswa-siwsi yang sedang bergendram ria didalam kelas tak berhasil membangunkanku dari lamunan. Sampat terasa tasku bergetar hebat.
From : Rasya
For : Feya
Feya, pulang sekolah temenin gue ke toko bunga ya
Jelas saja getaran ponsel dapat membangunkan seseorang dari lamunanya, aku contohnya. Ku biarkan pesan itu menggantung di messageku. Aku paham betul, mau tidak mau pasti Rasya tetap memaksaku.
“Fey lo tuh harus jujur sama Rasya sebelum telambar” Ujar seorang gadis dengan suara lembut. Lana, sahabatku dari masa putih biru. Memang aku hanya berani mengutarakan perasaanku kepada Lana, karena aku tahu Lana bukan type cewe yang suka membocorkan rahasia dan juga ia pendengar yang baik.
“Apaan sih Lan. Gak semudah itu. Gue gamau persahabatan gue sama Rasya ancur cuma gara-gara perasaan gue. Gue gamau egois Lan”
“Tapi kan lo belum coba. Siapa tau selama ini Rasya juga suka sama lo”
“Udah ah Lan, lo gak balik? Udah bel tuh”
“Iye ini juga gue mau balik. Dan lo masih mau bengong disekolah sampe pak Hajib ngusir lu?”
“gue lagi nunggu Rasya”
“Yaudah lah gue duluan ya udah dijemput”
Rasya? Apa memang seharusnya aku merasakan berat hati ketika kau mencintai wanita lain?. Sya, aku tau seharusnya rasa ini enggak pernah berubah tapi apa yang bisa menghentikan perasaan ini sya. Tolong katakan!!!. Ahhh lagi-lagi aku melamun. Nampaknya melankolisku bertambah seribu kali dari kemarin.
Aroma semerbak bunga yang segar menusuk hidungku, aku telah sampai ditoko bunga dan Rasya sukses memaksaku untuk duduk dibelakangnya kemudian ikut memilah-memilih bunga cantik ini. Namun langkah kakiku berhenti ketika aku mendengar suatu pertanyaan yang bertuju kepadaku.
“Menurut lo, kalau nembak cewe enaknya pake bunga warna merah tua atau merah muda, atau mawar putih?”
Semudah itu kau bertanya padaku, seberat inikah aku menjawab pertanyaanmu. Rasya? Apa kau benar-benar tak menghayati akan perhatian yang aku beri selama ini? 16 tahun kita bersama dan 8 tahun aku memendam rasa yang memang seharusnya tidak pernah berubah. Namun apa boleh ku buat?, aku tak bisa menghalang cinta yang jelas-jelas adalah perasaan yang diperintahkan oleh tuhan untuk mengisi hati seseorang, entah dengan waktu yang tepat atau situasi yang salah.
“Ih Feya kenapa sih bengong mulu, kebiasaan”
“Eh a-apa sya”
“Ini gue ngasih bunga ke Nessa enaknya warna apa Fey”
“Apa aja asal jangan warna kuning”
“Loh kenapa”
“Kuning itu artinya pengakhiran, mau lo sama nessa belum apa-apa udah berakhir?”
Iya bunga mawar kuning yang seharusnya Rasya berikan kepadaku, bunga yang melambangkan arti bahwa ia menolak perasaanku dan memilih gadis itu yang jelas-jelas belum ia ketahui bebet bobotnya. Alah fikiran apa sih yang mengharuskan aku untuk memikirkan ini. Omong kosong! Aku dan Rasya hanya sebatas sepasang sahabat, Ya sahabat.
Ini sudah kekian juta aku duduk dibelakangmu, berpedangan pada kedua pinggangmu dan terus menyium aroma vanilla parfum ciri khasmu. Rasanya aku tidak rela bila ada yang menggantikan posisiku untuk duduk dibelakang Rasya, dibonceng oleh Rasya.
Rintikan air hujan yang turun tiba-tiba berhasil membuat perasaanku tak karuan. Aku ingat ketika aku dan Rasya masih kanak-kanak, kita lebih senang bermain hujan sambil menyanyi sorak ria gembira. Kini hujan justru menusuk relung hatiku, aku tidak ingin kehilangan Rasya kecilku. Aku takut jika ia memiliki wanita lain, hubungan aku dan Rasya akan menjauh dengan sendirinya.
“Kita neduh dulu diwarung itu ya”
Aku hanya mengangguk, aku yakin Rasya melihat anggukanku lewat Kaca Spion motornya. Tatapan matanya jelas ku lihat pada kaca itu. Tatapan yang mungkin suatu saat akan aku rindukan.
“Lo kenapa gak bawa jaket sih fey!”
“Gue lupa sya”
“Nih pake jaket gue, gue gamau lu sakit”
Seketika aroma Vanilla yang memang cirri khas parfum yang ia gunakan jelas menusuk indra penciumanku. “Gue gamau lu sakit”, Sakit? Haha sakit yang aku rasakan tak berbanding dengan hanya sekedar sakit flu tifus atau yang lainnya. Sakit ini sudah menusuk lebih dalam ketika aku menatap buket bunga yang kau lindungi agar tidak rusak. Buket bunga yang jelas akan kau berikan kepada wanita pujaan hatimu, jelas kepada cintamu.
“Fey, kira-kira nanti malem gue harus apa ya”
“Apa gimana maksudnya?”
“Gue harus bilang apa ke Nessa. Eh gue mau ngetest dulu ya Fey, lo pura-pura jadi Nessa dulu”
Aku hanya terdiam melihat tingkah laku sahabatku ini.
“Hmmm sebenernya gue suka ama lu dari awal masuk sma. Entah kenapa semenjak nyaman sama lu gue jadi males buat tertarik sama yang lain. Nessa Lu mau gak jadi pacar gue?”
Jlebbbb
Buyar semua fikiranku. Merinding aku mendengar semua perkataan uji cobamu. Aku yang lebih banyak berkorban perasaan untukmu. Aku yang rela menunggumu sampai larut malam ketika dihukum harus mengerjakan tugas disekolah. Aku yang rela tak makan hanya karena melihatmu pucat pasif. Aku yang berjuang mati-matian membelamu ketika kau dihukum oleh orang tuamu. Jika boleh aku berontak, aku akan berontak. Dan berkata bahwa seharusnya yang menjadi kekasihmu itu aku, bukan Nessa.
“Ih jawab dong fey, kok lu malah bengong”
Tersadar dari lamunanku yang kesekian kalinya. Aku melepaskan genggaman erat Rasya, dan mengalihkan wajah menjauhi dari wajahnya yang semula hanya berjarak 5cm dari wajahnya.
“Kenapa aku harus jawab Sya. Aku hanya pura-pura menjadi Nessa”
“Fey” Lagi-lagi Rasya mengenggam tanganku
“A-apa?” aku masih tetap mengalihkan wajah berharap agar aku tak terjebak dalam tatapannya yang membuat aku luluh.
“Lu kenapa sih? Belakangan ini bengong terus”
Berat rasanya aku membuka mulut untuk berbicara yang sebenarnya. Bodoh, tak ada satupun perkataanku yang mampu menjawab pertanyaannya.
“Kita kan udah janji fey, kapanpun masing-masing dari kita punya pacar. Kita gak akan pernah pisah. Sahabat selamanya”
Seketika aku melepaskan genggaman tangannya, sekuat tenaga aku menahan air mata.
“Sya, udah reda nih pulang yuk. Kan lu harus siap-siap buat ntar malem”
Semerbak aroma coklat panas melintas di indra penciumanku. Sesampainya dirumah tadi aku langsung disambut oleh coklat panas buatan bunda yang paling dahsyat.
Semerbak aroma coklat panas melintas di indra penciumanku. Sesampainya dirumah tadi aku langsung disambut oleh coklat panas buatan bunda yang paling dahsyat.
“Feya nanti malam mau pergi sama Rasya?”
“Iya bunda kok tau?”
“Tadi Pas nganterin kamu Rasya bilang ke bunda. Ada apa nih tumben izin segala? Jangan… jangan… kalian…?” Ujar bunda seraya penasaran dengan semua ini.
“Enggak bunda, Rasya kan sahabat Feya” Hembusan nafasku yang begitu berat beriringan dengan perkataan sendu yang ku katakan kepada bunda”
Berat rasanya harus berdanda nan elok untuk malam ini. Sungguh, ini malam yang panjang bagiku. Ingin aku berteriak dan berkata bahwa aku tidak ingin malam ini ada. Terlambat, kini aku sudah berada ditempat dimana yang sudah dijanjikan. Taman komplek yang berjarak 2km dari rumahku memang terkenal suasana romennya. Andai aku berada disini bersama dengan orang aku cinta dan mencintaiku, andai.
“Feya, gue kok deg-degkan ya?” Ucap sosok yang kini telah berada disampingku sambil membawa buket bunga mawah.
“Santai aja kali sya”
“Gue takut nessa nolak gue”
“Percaya sama gue cinta tau kemana ia akan pulang dan kemana ia akan pergi. Cinta tau persis alamat rumahnya”
Jlebbb
Rasa yang pernah bangkit kini serasa tak berarti apa-apa, mati seketika. Rasya? Betapa teganya kamu tak memperdulikan hati ini, hati yang memang seharusnya tak menyimpan rasa ini. Feya? Sangat bodoh kamu kenapa bisa menyimpan rasa sama sahabat kamu sendiri? Alah sudahlah aku gak boleh ngelamun gak jelas. Ucapku dalam hati menyadarkanku dari lamunan singkatku.
Pemandangan itu, yang bahkan 100 kali lebih menyeramkan dari The conjuring. Kini hadir dihadapanku. Laki-laki yang aku cintai berlutut dihadapan sosok wanita lemah gemulai yang berparas cantik untuk menyatakan perasaannya. Bisa kan kau bayangkan? Betapa hancurnya hatiku saat itu? Menantukan sahabatku sendiri mencintaiku itu rasanya benar-benar hal yang mustahil.
Senyumku terpaksa mengembang ketika tatapan Rasya mengarah kepadaku, tanda bahwa Rasya sangat bahagia. Iya senyumku yang diiringi dengan patahnya hati ini berkeping-keping, tunggu ini bukan berkeping-keping namun patahnya hati ini sudah tak berwujud lagi, namun aku ikhlas.
Seharusnya rasa ini tak pernah muncul dihatiku. Ahh aku saja yang terlalu melankolis dengan semuanya. Ini salahku, salah membiarkan rasa ini tetap menjalar liar berkait dihatiku. Memang dari awal perkenalan kita tak mengandung sejarah yang terlalu berbau drama kekinian. Bukan keinginan kita untuk bersama menghembuskan nafas ini dari awal kita dilahirkan dan ditakdirkan sepasang sahabat. Setelahku fikir, perasaan ini muncul juga bukan salahku. Cinta itu rasa yang murni diberikan yang maha kuasa tanpa seorangpun bisa mengendalikannya. Jelas, aku tidak bisa mengendalikan itu semua sehingga aku jatuh cinta pada sahabatku sendiri.
Mungkin tuhan punya rencana lain. Seperti yang kau katakana “Kita akan tetap menjadi sahabat sampai kapanpun. Kalau pacaran bisa putus dan menghilang. Kalau sahabat tidak akan pernah putus dan aku tidak ingin kehilanganmu, Feya”
Manis, semanis kisah yang sudah kita taburkan dari kehidupan kita. Aku selalu berdoa semua yang terbaik untukmu, Rasya. Belajar mengikhlaskan segala hal yang kau ingin lakukan bersama atau dengan kekasih hatimu. Bahagiamu – bahagiaku, tangismu-tanginku. Sahabat tetap sahabat tak akan pernah berubah walau apapun yang mencoba merusaknya, jatuh cinta contohnya. Cukup aku yang menderita karena harus membuang rasa ini, dan aku tidak mau lebih menderita karena aku harus kehilangan kamu, Rasya Abinugroho.
TAMAT
Edan caaaan :)
BalasHapusI Like this!!!
mampi juga kesini ya can sendaewardah.blogspot.com
Belum ada apa apanya sih hehe
Edan caaaan :)
BalasHapusI Like this!!!
mampi juga kesini ya can sendaewardah.blogspot.com
Belum ada apa apanya sih hehe
Ipeh yampun makasih banyak loh. Iya pasti aku mampir ya ke blog kamu :D
Hapus