Selasa, 09 September 2014

Menyatukan Kita!

Langit bekasi yang siang itu sangat cerah, matahari seperti enggan ditutupi awan barang sedetikpun. Sudah satu jam aku menunggu dan seseorang yang dinanti tak kunjung memperlihatkan batang hidungnya. Aku terus sibuk memperbaiki jilbab yang ku kenakan untuk bertemunya, aku berusaha terlihat tetap cantik meskipun sinar matahari membuat aku cukup berkeringat. Berkali-kali aku memperhatikan jam tangan. Aku tak ingin waktu terus berjalan maju atau mundur. Yang aku inginkan adalah sosok yang ku tunggu itu segera hadir diharapanku, sekarang. Jemariku terus membasuh butiran-butiran keringat yang menyentuh pelipis dengan selembar tisu yang ku genggam.

Aku sudah sangat pegal menunggu dan sangat lelah menunggu, duduk dibangku kaku yang terbuat dari semen dengan hiasan beberapa keramik cantik yang tertata rapi. Tak ada kata kesal dalam penantian ini, aku tetap menunggu sampai ia benar-benar datang. Aku tak mau lewatkan waktu bersamanya. Tak mau membuang-buang kesempatan untuk bertemunya. Waktu sudah menunjukan pukul 14.40 WIB, Ya Allah ! Aku belum shalat dzuhur. Waktunya mepet, aku harus segara mendapatkan rumah Allah untuk aku melaksanakan shalat Dzuhur. Aku meninggalkan tempat duduk dingin, tempat aku menunggunya. Aku akan kembali ke tempat itu setelah aku melaksanakan shalat dzuhur.

Kewajibanku untuk setor 4rakaat kepada Allah, sudah ku jalankan. Aku kembali ketempat aku berjanjian untuk bertemunya, dengan harapan dia sudah ada ditempat duduk sana. Hanya harapan, dia tetap tidak ada di tempat kami berjanjian. Aku cemas, aku khawatir. Aku terus mencoba menghubunginya, namun tak ada jawab sama sekali. Perasaanku gelisah tak menentu. Sebenarnya dia sedang apa disuatu tempat itu?.

Panggilan Allah berkumandang lagi, tanda telah masuki waktu Shalat Asar. Langkahku berjalan menuju masjid dekat tempatku menunggunya. Gerakan badanku yang mengikuti imam yang memimpin, aku shalat berjamaah. Selesai shalat, aku tak langsung menuju tempat kami berjanjian. Aku melangkah kearah warung samping masjid untuk membeli beberapa makanan dan minuman untuk menganjal perutku yang keroncongan.

Sudah berapa jam aku menunggunya? Satu? Dua? Tiga? Lebih dari tiga jam aku menunggunya, bahkan mungkin hampir 5 jam aku menunggunya. Lelah cape! Menunggu itu membosankan. Tapi entah mengapa aku tak ingin pergi meninggalkan tempat ini. Entah mengapa aku tetap pecaya bahwa ia akan datang menemuiku.
Hingga akhirnya dia benar-benar datang dengan membawa buku yang ia gengam erat, alkitab. Mata ku langsung terarah kearah kalung salip yang ia  pakai setiap waktu.
     “Maafin aku, tadi sepulang kuliah, Pendetaku tibatiba menelfon. Aku ada latihan paduan suara di greja, handphone tak boleh digunakan, jadi aku tak bisa memberi kabar kepadamu, ampuni aku”
     “Tidak apapa, aku tetap menunggu disini, aku yakin kamu datang”
     “Aku kangen kamu”
     “Iya aku juga”
     “Iya puji tuhan, kita masih bisa bertemu hari ini!”
     “Syukur, allhamdulilah”
Jarum jam bergerak sangat cepat saat aku menghabiskan waktu bersamanya. Detik-detik azan magrib, ditengah perbincangan kami dia mengingatkanku.
     “Udah mau adzan kamu shalat sana, aku antar kamu ke masjid”
Dia sudah terbiasa menemaniku untuk menjalankan kewajibanku sebagai umat islam, shalat 5 waktu. Bahkan dia pernah membelikanku buku-buku tentang agamaku, agama islam. Pernah aku menemaninya untuk sembanyang, dengan setianya aku menunggu diwarung kecil depan grejanya selama berjam-jam. Berharap ia khusyu menjalankan sembayangnya, dan focus meminta pada tuhannya atas apa yang ia butuhkan bukan apa yang ia inginkan.
Kami berbeda agama, tapi kami punya cinta. Tasbih erat dalam genggamanku, Rosario cantik tergantung dilehernya. Seperti biasa, al-quran ditanganku dan Alkitab ditangannya. Tuhan! Kita memang berbeda, aku bersujud, ia melipat tangan. Air mata mengalir melewati bibir, bulir air yang disebabkan cinta.
Kami sangat mencintai, sangat menyayangi. Kami sangat berbeda, Jauh berbeda. Aku Allah S.W.T dia Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan? Bukankan cinta itu banyak perbedaan? Dan perbedaan yang membuat semuanya indah?. Aku dan dia memang jelas berbeda, tapi kami saling menghormati. Kami punya cinta, cinta yang begitu besar. Cinta yang dapat menyatukan perbedaan terbesar ini. Perbedaan itu indah. Cinta kami indah.
Dari sosok wanita yang ingin mengerti lebih lanjut tentang cinta dan agama.


Created By Acandra Aryani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar