Langit
bekasi yang siang itu sangat cerah, matahari seperti enggan ditutupi awan
barang sedetikpun. Sudah satu jam aku menunggu dan seseorang yang dinanti tak
kunjung memperlihatkan batang hidungnya. Aku terus sibuk memperbaiki jilbab
yang ku kenakan untuk bertemunya, aku berusaha terlihat tetap cantik meskipun
sinar matahari membuat aku cukup berkeringat. Berkali-kali aku memperhatikan
jam tangan. Aku tak ingin waktu terus berjalan maju atau mundur. Yang aku
inginkan adalah sosok yang ku tunggu itu segera hadir diharapanku, sekarang.
Jemariku terus membasuh butiran-butiran keringat yang menyentuh pelipis dengan
selembar tisu yang ku genggam.
Aku
sudah sangat pegal menunggu dan sangat lelah menunggu, duduk dibangku kaku yang
terbuat dari semen dengan hiasan beberapa keramik cantik yang tertata rapi. Tak
ada kata kesal dalam penantian ini, aku tetap menunggu sampai ia benar-benar
datang. Aku tak mau lewatkan waktu bersamanya. Tak mau membuang-buang
kesempatan untuk bertemunya. Waktu sudah menunjukan pukul 14.40 WIB, Ya Allah !
Aku belum shalat dzuhur. Waktunya mepet, aku harus segara mendapatkan rumah
Allah untuk aku melaksanakan shalat Dzuhur. Aku meninggalkan tempat duduk
dingin, tempat aku menunggunya. Aku akan kembali ke tempat itu setelah aku
melaksanakan shalat dzuhur.
Kewajibanku
untuk setor 4rakaat kepada Allah, sudah ku jalankan. Aku kembali ketempat aku
berjanjian untuk bertemunya, dengan harapan dia sudah ada ditempat duduk sana. Hanya
harapan, dia tetap tidak ada di tempat kami berjanjian. Aku cemas, aku
khawatir. Aku terus mencoba menghubunginya, namun tak ada jawab sama sekali.
Perasaanku gelisah tak menentu. Sebenarnya dia sedang apa disuatu tempat itu?.
Panggilan
Allah berkumandang lagi, tanda telah masuki waktu Shalat Asar. Langkahku
berjalan menuju masjid dekat tempatku menunggunya. Gerakan badanku yang
mengikuti imam yang memimpin, aku shalat berjamaah. Selesai shalat, aku tak
langsung menuju tempat kami berjanjian. Aku melangkah kearah warung samping
masjid untuk membeli beberapa makanan dan minuman untuk menganjal perutku yang
keroncongan.
Sudah
berapa jam aku menunggunya? Satu? Dua? Tiga? Lebih dari tiga jam aku
menunggunya, bahkan mungkin hampir 5 jam aku menunggunya. Lelah cape! Menunggu
itu membosankan. Tapi entah mengapa aku tak ingin pergi meninggalkan tempat
ini. Entah mengapa aku tetap pecaya bahwa ia akan datang menemuiku.
Hingga
akhirnya dia benar-benar datang dengan membawa buku yang ia gengam erat,
alkitab. Mata ku langsung terarah kearah kalung salip yang ia pakai setiap waktu.
“Maafin aku, tadi sepulang kuliah,
Pendetaku tibatiba menelfon. Aku ada latihan paduan suara di greja, handphone
tak boleh digunakan, jadi aku tak bisa memberi kabar kepadamu, ampuni aku”
“Tidak apapa, aku tetap menunggu disini,
aku yakin kamu datang”
“Aku kangen kamu”
“Iya aku juga”
“Iya puji tuhan, kita masih bisa bertemu
hari ini!”
“Syukur, allhamdulilah”
Jarum
jam bergerak sangat cepat saat aku menghabiskan waktu bersamanya. Detik-detik
azan magrib, ditengah perbincangan kami dia mengingatkanku.
“Udah mau adzan kamu shalat sana, aku
antar kamu ke masjid”
Dia
sudah terbiasa menemaniku untuk menjalankan kewajibanku sebagai umat islam,
shalat 5 waktu. Bahkan dia pernah membelikanku buku-buku tentang agamaku, agama
islam. Pernah aku menemaninya untuk sembanyang, dengan setianya aku menunggu
diwarung kecil depan grejanya selama berjam-jam. Berharap ia khusyu menjalankan
sembayangnya, dan focus meminta pada tuhannya atas apa yang ia butuhkan bukan
apa yang ia inginkan.
Kami
berbeda agama, tapi kami punya cinta. Tasbih erat dalam genggamanku, Rosario
cantik tergantung dilehernya. Seperti biasa, al-quran ditanganku dan Alkitab
ditangannya. Tuhan! Kita memang berbeda, aku bersujud, ia melipat tangan. Air
mata mengalir melewati bibir, bulir air yang disebabkan cinta.
Kami
sangat mencintai, sangat menyayangi. Kami sangat berbeda, Jauh berbeda. Aku
Allah S.W.T dia Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan? Bukankan cinta itu banyak
perbedaan? Dan perbedaan yang membuat semuanya indah?. Aku dan dia memang jelas
berbeda, tapi kami saling menghormati. Kami punya cinta, cinta yang begitu
besar. Cinta yang dapat menyatukan perbedaan terbesar ini. Perbedaan itu indah.
Cinta kami indah.
Dari
sosok wanita yang ingin mengerti lebih lanjut tentang cinta dan agama.
Created By Acandra Aryani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar