Created By : Acandra Aryani
Tuan,
sudahkah kau membuatku merasa yakin bahwa kau benar-benar menyayangiku?. Koridor sekolah yang semakin lama semakin
sepi, menjadi saksi bisu diantara aku dan kamu. Menjadi saksi dimana aku selalu
menunggumu. Keadaan yang sepi ini memang sanggup membuat jiwa manusia untuk
bernostalgia, terlebih untuk mengingat dengan rinci semua hal tentang aku dan
kamu.
Jatuh
cinta diam-diam yang aku rasakan belakangan ini, bahkan sudah aku rasakan sejak
aku menginjak sekolah menengah atas ini. Sekolah yang mempertemukan aku dengan
sosok pria mapan seperti mu. Dengan sosok pria yang dengan tiba-tibanya
memberikan warna dihidupku, walau dalam diam. Dengan sosok pria yang ternyata
berbeda penyebutan nama tuhan denganku, kami berbeda agama.
Cinta, di mata beberapa orang hanyalah
omong kosong yang jauh dari kata nyata. Beberapa orang beranggapan bahwa cinta
bukanlah hal yang harus benar-benar diperjuangkan. Karena itu, cinta bisa
terpisah karena perbedaan. Suku, ras, status sosial, dan lebih menyakitkan lagi
jika berpisah karena agama. Tidak untukku, Bagiku cinta adalah anugrah tuhan
yang benar-benar harus di perjuangkan. Memang jodoh adalah milik tuhan, dari
tuhan. Tapi bila tidak diperjuangkan, apakah kita bisa tahu sosok mana yang
akan menjadi jodoh kita?
Aku terus memainkan ponsel agar aku
tidak bosan menunggumu. Menunggu kau menjalankan organisasi rohani khatolik.
Ingatkah kau saat aku benar-benar mencintaimu dalam diam. Kau tak pernah
melihat bahwa aku ada, dan tak pernah menyadari bahwa kau ada dihatiku.
Bagaimana tidak? Saat itu kau hanya menganggapku sebagai adik kelas yang tak
bernilai apa-apa. Adik kelas yang hanya bisa memandangmu dari kejauhan. Adik
kelas yang hanya menunggumu didepan kelasku agar aku bisa melihatmu berjalan
menuju kantin. Apakah kau merasakan hal itu, tuan?
Aku mengingat betul hari itu, hari
dimana pertama kali aku mendapatkan senyum darimu. Mungkin kau merasa kasihan
kepadaku, karna tak sedikit dari teman-temanku yang selalu berteriak tentang
perasaanku padamu disaat kau melintasi koridor kelasku. Malu rasanya kau
mengetahui semua yang ku rasakan. Lantas apa yang aku lakukan? Aku hanya tersipu
malu dan aku tetap memperhatikan setiap gerak-gerik yang kau lakukan sambil
berandai bagaimana jika kau malah menganggapku hanya seorang gadis yang tak
pantas menjadi kekasihmu?.
Mengingat
cinta, berjalannya waktu. Jujur, aku tak terlalu mengharapkan kehadiranmu dalam
hidupku. Aku tak ingin merasakan begitu pahitnya harapan yang terlalu tinggi. Namun,
aku terlalu munafik bila aku berfikir aku tak ingin menjadi wanita terhebat
setelah ibumu dihatimu dan untukmu. Entah aku harus bercerita dari mana, yang
pasti untuk saat ini aku bahagia dengan keadaan seperti ini. Keadaan yang tak
terduga menjadikan kita sedekat ini. Keadaan yang membuatku susah mengingat
mengapa kita bisa menjadi seperti ini. Keadaan yang memberanikan aku untuk
mengatakan hal yang aku rasakan selama dua tahun ini. Yang jelas keadaan yang
menghipnotis aku untuk melakukan hal bodoh seperti ini. Indah memang, cinta
mengubah segala yang hitam putih menjadi warna-warni. Tumpukan kebahagiaan
semakin sempurna, ketika perkenalan teman berlangsung ke tahap yang lebih
dalam, lebih dekat.
Dalam kesepian suasana koridor ini,
aku masih terus bernostalgia tentang kita sambil terus membenarkan jilbab yang
ku kenakan hari ini. Empat bulan yang lalu saat aku mengetahui yang
sesungguhnya. Kenyataan yang sulit aku terima. Ada sosok wanita lain yang lebih
dulu sampai di hatimu. Dengan mudahnya diterima oleh hatimu. Wanita yang tak
pernah merasakan rasanya mencintaimu diam-diam selama dua tahun ini seperti
diriku. Wanita yang tak mengerti arti berjuang dengan cinta yang berdiam selama
dua tahun ini. Dan wanita yang tak mengerti akan usaha yang aku lakukan untuk
meyakinkan diri mencintai orang yang berbeda keyakinan denganku.
Bisakan kau
menduga apa yang aku lakukan saat aku mengetahui itu semua? Aku tak menyerah.
Entahlah, mengapa rasa ini terlalu menyemangatiku untuk mendapatkan cintamu.
Kita berbeda agama, kamu dan wanita itu memang satu keyakinan. Lantas apakah
perbedaan yang Tuhan ciptakan hanya akan jadi penghalang?
Aku Allah S.W.T dan kamu Tuhan Yang Maha Esa. Hanya itu perbedaan diantara
kita. Ya kata “Hanya” yang sebenarnya mengartikan
perbedaan yang serius, apalagi ini sudah menyangkut kata “Agama”.
Menahan
rasa sakit yang aku rasakan. Ini bukan membahas soal sakit yang dapat terobati
oleh alat medis atau semacamnya. Ini membahas soal sakit yang hanya bisa
diobati olehmu, tanpa dokter ataupun bantuan alat dan obat-obatan menyengat
lainnya. Justru sakit hati ini yang ternyata berbuah manis. Sakit hati yang
dapat membawa kita dalam kedekatan seperti ini. Semakin lama semakin dekat
semakin sayang. Kamupun mulai berkata bahwa kau memang menyayangiku.
Tentang
wanita itu, tentang sosok yang sampai dihatimu terlebih dahulu. Kamu pernah berkata
“kita memang dekat seperti orang pacaran, tapi kita gak ada hubungan apa-apa”,
hanya dengan kau berkata seperti itu semangatku untuk mendapatkan hatimu secara
utuhpun meningkat, terlebih aku terlalu mempercayaimu. Bukahkan cinta
seharusnya seperti itu? mempercayai orang yang kita cinta.
Tiga jam
sudah aku bernostalgia tentang masa-masa aku mencintaimu diam-diam sampai masa
dimana kamu menyebutkan kata “Sayang” Untukku. Tiga jam sudah aku menunggumu
dikoridor sekolah yang semakin senja semakin sepi. Tiba-tiba ada sosok yang
mengagetkanku dari belakang sambil menepuk pundakku. Sosok yang selalu
mempunyai wangi yang sangat khas. Gerakan kepalaku cepat menengok kearas sosok
itu. Dirimu yang ku tunggu akhirnya kini ada dihadapanku. Senyummu yang kini
aku lihat secara langsung. Mata lelahmu jelas terlihat olehku. Mata yang
seharian sibuk dengan kegiatan dalam rohani khatolik.
“Ini udah waktunya shalat magrib bukan? Ayo kamu shalat dulu
sana” ucapanmu memulai percakapan kita.
“Iya barusan selesai azan”
“Yaudah sana kamu shalat dulu aku tunggu kamu di warung
depan masjid ya”
“Iya, tunggu sebentar ya”
“Shalatnya jangan buru-buru. Baca doanya yang khusyu ya”
Tuan,
apakah kau benar-benar menghormati perbedaan kita? Kau selalu mengingatkanku
untuk melakukan shalat 5 waktu dan akupun selalu mengingatkan mu untuk rajin
beribadah. Dalam doa aku selalu berharap yang terbaik untuk kita. Yang terbaik
untuk kedekatan ini yang jelas-jelas berbeda. Aku paham betul tentang himbau-an
orang tua agar aku mencari kekasih yang satu keyakinan denganku. Aku mengerti
tentang larangan islam mengenai hubungan berbeda agama.
Dalam
kedekatan ini, wanita itu terus menghantui fikiranku. Tak ada perbedaan yang
besar antara kau dan wanita itu. Sedangkan denganku kita jelas berbeda. Tasbih
yang selalu ku genggam dan Rasio cantik yang selalu menghiasi tubuhmu, kita
sama-sama memamerkan identitas kepercayan masing-masing disetiap harinya.
Makanan halal untukmu belum tentu halal untukku. Larangan yang aku percayai
belum tentu kamu mempercayainya.
Perbedaan
agama yang jelas-jelas terjadi dalam kedekatan ini, perbedaan yang entah bisa memisahkan
kita atau justru malah semakin mempersatukan kita dalam cinta. Aku bersujud dan
kamu melipat tangan. Sungguh, aku tak bisa menduga akhir dari cerita kedekatan
kita ini. Aku mencintaimu.
Ketika yang lain sibuk mencumbu
tanpa pernah mengerti arti cinta yang sesungguhnya. Kita pun sibuk mengeja dan
merapal doa yang sama, meskipun diucapkan dengan bahasa yang berbeda. Dalam
setiap sujud, dalam setiap lipatan tangan, dalam setiap sentuhan Al-Quran, dan
dalam setiap sentuhan Alkitab. Aku yakin kita masih saling mendoakan, meskipun
tahu seberapa banyak doa yang kau panjatkan untukku.
Segalanya terlewati dengan cara yang
berbeda, Salahkah bila kita bersatu? jika kita sama-sama mengenal Tuhan
walaupun memanggilNya dengan panggilan berbeda?. Jika Tuhan inginkan sebuah
penyatuan, mengapa Dia ciptakan perbedaan? Dan jika memang tuhan menciptakan
perbedaan, mengapa perbedaan ini tak bisa disatukan? Apa gunanya Cinta dan
Bhinneka Tungga Ika jika semua hanya abadi dalam ucapan bibir semata?.
Percayalah,
aku tak mempermasalahkan kehendak tuhan itu. Aku tak akan memaksa kedekatan
kita harus berujung bersama selamanya sebagai seorang kekasih. Aku sudah
terbiasa mencintaimu diam-diam dalam waktu yang lama. Bila pada akhirnya kau
dijodohkan oleh tuhan bersama wanita itu atau dengan wanita lain yang satu
keyakinan denganmu, aku akan memulai belajar mengartikan hubungan kita sebagai
seorang sahabat yang selalu berbagi dan saling mendengarkan cerita cinta,
selamanya.
TAMAT