Created By Acandra Aryani
Menatap senja yang indah sambil
menyeruput cappuccino hangat, sendiri. Sendiri aku menikmati kuasa tuhan yang
sangat luar biasa ini. Sendiri aku berada di Caffe ini sambil terus menunggu Pesan
kabar dari mu. Pesan kabar yang belakangan ini jarang ku dapatkan. Entahlah
mungkin karena kamu terlalu sibuk dengan duniamu, terlalu asik dengan kehidupan
nyatamu. Dengan dunia nyatamu itu yang membuat kamu tak menyadari ada hati
tulus yang menunggu kabar darimu, hanya kabar darimu yang aku tunggu.
Rasa itu datang tiba-tiba, rasa
curiga kau tak benar-benar mencintaiku, rasa gelisah kau telah melukapan ku. Aku
harus menjawab apa ketika ada orang yang bertanya mengapa aku mencintaimu? Mengapa
aku bisa sejauh ini mempertahankanmu? Cinta bebas datang dari siapa dan untuk
siapa. Ya aku merasakan kenakalan cinta yang bebas itu. Dan karna cinta dengan
tulus itu yang bisa membuat aku bertahan sejauh ini.
Dalam lamunan ini aku mengingat
semua tentang mu, tentang kita. Tentang bagaimana kita bisa sejauh ini. Tentang
betapa sakitnya aku mencintai sosok yang seharusnya tak aku cintai. Dari sebuah
chatingan yang awalnya “Gue dan Elo” hingga menjadi “Aku dan Kamu” seperti kita.
Mengingat perjuanganmu yang kau tunjukan sebagai bukti bahwa kau menyayangiku.
Tak pernah ada status yang mengikat kita lebih kuat, namun kenyamanan yang
membuat kita semakin dekat.
Ingatkah kamu, saat aku mengetahui
kau berhubungan dengan wanita lain? Hati ini tak karuan. Bagaimana tidak?
Melihat orang yang kita sayang bersama dengan wanita lain, romantic sekali. Dan
apa yang kamu lakukan saat aku ingin menjauhimu? Tiba-tiba kamu berada didepan
rumahku. Tiba-tiba kamu meminta maaf lalu berkata bahwa kamu dan wanita itu menjaga
tali silaturahmi. Dan kamu memintaku agar aku tetap bersamamu, tetap bersikap
seperti layaknya kekasih kepadamu. Kau terus mengungkapkan bahwa kau
menyayangiku. Karena rasa cinta yang begitu besar kepadamu ini, aku luluh
dengan semua kata-katamu, dengan semua bujuk rayumu. Aku terpukau melihat
ekspresi wajah manismu saat membujukku agar aku tetap bersamamu. Aku
terhipnotis dengan semuanya, aku mengangguk tanda bahwa aku akan tetap
bersamamu walau tanpa status yang meyakinkan. Kau berhasil membangun senyum
yang hilang itu.
Saat itu kita seperti sepasang
kekasih yang rela terbakar oleh hangatnya cinta. Bahkan setiap saat kamu selalu
memberi warna dalam hidupku. Ungu, biru, merah, kuning, coklat, putih, bahkan
hitam. Mengingat saat kau menggandeng tanganku, menuntunku agar keluar dari
gedung bioskop, dan mengarahkan aku agar mengikuti setiap langkahmu. Genggaman
tangan yang hangat. Tangan yang berhasil membuat senyum ini lebih bahagia dari
sebelumnya. Indah saat itu, saat bahagia aku menghabiskan waktu bersamamu.
Bercanda, menertawakan banyak hal.
Kini, kabarmu benar-benar sudah
jarang aku terima. Tak ada kode ataupun tanda bahwa semuanya akan berubah. Mengingatkanku
kepada tempo lalu. Saat kamu benar-benar seharian tak mengabariku. Aku tak
berani memulai percakapan karena kalimat “Jangan chat dulu. Nanti aku yang chat
kamu” pernah keluar dari mulutmu. Dan aku benar-benar hanya bisa menunggu pesan
darimu. Malam harinya, ada seseorang yang memberi tahuku bahwa kau sedang pergi
bersama teman-temanmu, dan bersama wanita itu. Aku juga melihat sebuah foto
yang melibatkan kamu dan wanita itu didalamnya. Spontan aku mengerti arti
menunggu kabar mu ini hanya angin belaka. Pantas saja kamu mengabaikanku, kamu
sedang asik dengan mereka, dengannya. Keesokan harinya, kamu baru mengabariku
dan terus meminta maaf dengan kejadian kemarin yang beralasan bahwa kamu sedang
sibuk bersama temanmu. Aku selalu mencoba mengerti semuanya, kecewa sedih tentu
aku rasakan. Mengapa kamu tak menceritakan semua pada aku? Menceritakan tentang
apa yang kamu lakukan dengan kesibukanmu?. Tak banyak yang dapat aku lakukan. Kamu
juga tak banyak mengakuiku didepan teman-temanmu. Aku mencoba untuk memahami
semuanya. Memahami bahwa kamu memiliki dunia yang tak aku miliki. Dan aku masih
mempertahankanmu. Jangan tanya mengapa karena hati ini terlalu tulus mencintai
sosok pria seperti mu.
Aku terus mematung memikirkan
mengapa kejadian itu terulang lagi?. Kejadian dimana kamu tak mengabariku. Ini
lebih buruk dari kejadian tempo lalu. Berhari-hari kamu tak mengabariku. Tak
akan terfikir di benak mu tentang berapa air mata yang aku keluarkan untuk
menangisimu. Tak akan ada dihatimu tentang berapa luka yang sudah kamu ciptakan
dihatiku. Apa yang sebenarnya terjadi diantara kita? Kamu berkata bahwa kamu
menyayangiku, sangat menyayangiku. Kamu telah bersikap manis kepadaku. Kamu
telah berkali-kali membujukku agar aku tetap bersamamu. Namun, kamu juga yang
telah banyak melukai hatiku dan banyak mengabaikanku.
Logikaku berfikir, kamu anggap aku
apa? Bayangan yang kau sembunyikan? Kamu menyembunyikan aku dari kehidupan
nyatamu. Tuan, Sungguh bodohnya aku mencintai sosok pria sepertimu. Sosok pria
yang tak pantas mendapat ketulusan ini. Namun Perasaanku berjalan dan berkata
bahwa aku memang sangat menyayangimu, bila aku meninggalakanmu bagaimana dengan
perasaan ini? Aku akan terpuruk kembali, senyum ini akan hilang lagi. Antara
pergi dan bertahan, antara logika dan perasaan.
Bertaruh antara hati dan fikiran. Dua hal yang berlawanan. Hati kecil
menggeleng, namun logika menyanggupi. Entahlah saat seperti ini aku harus
mengandalkan perasaan atau fikiran.
Lamunanku
ini mengajakku untuk terus berfikir tentangmu. Berfikir keras tentang kita,
tentang masa depanku. Menangis sendiri. Terus menyendiri di Caffe ini dari
matahari bersinar, senja hingga malah hari seperti ini. Mungkin para pelayan di
Caffe ini berfikir aneh tentangku. Perasaan dan fikiran ku terus berjalan. Sekarang
aku mengerti, kamu memang menyayangiku tapi kamu tak bisa melepaskan wanita
itu. Kamu ingin keduanya tak ingin memilih salah satu. Percuma saja aku
membahas soal ini kepadamu. Membahas tentang siapa yang kau pilih. Dan untuk
masalah ini aku benar-benar melawan perasaan dan mengadalkan logika. Lagi pula
kedekatan kita tak sehat karna tak ada status yang menjelaskan itu semua. Aku
akan menjauhimu. Kenapa juga harus kehilangan dengan apa yang tak pernah aku
miliki? Aku tidak pernah menjadi kekasihmu,pacarmu.
Hati
akan lebih sering berbicara dibanding mulut ketika perasaan sedang kacau. Aku
akan membiarkan hati ini sakit karna meninggalkanmu dari pada aku terus
membiarkan sakit karna selalu menjadi bayangan yang kau sembunyikan. Seandainya
aku tak mengenalmu, seandainya aku tak mencintaimu, seandainya kau tak tiba
dikehidupanku. Aku tak akan merasakan patah hati yang sangat luar biasa ini.
Aku tak akan menangis karena menjadi bayangan seseorang. Bayangan akan tetap
menjadi bayangan, tak akan pernah menjadi nyata. Aku mengerti hal itu. Dan aku
menyesal telah mengenalmu, menyesal pernah mendapatkan warna-warni hidup
darimu.
Kata
seandainya bukanlah obat yang mujarab bagi penyesalan. Tidak ada yang bisa tahu
kapan kebahagian bisa datang dan kapan kebahagian itu bisa pergi. Bahagialah
bersama wanita itu, bahagialah dengan kehidupan nyatamu. Bayangan yang kau
sembunyikan akan pergi tanpa hadir dalam hidupmu lagi walau hanya sedetikpun
itu. Kejadian bersamamu telah memberitahu hal yang tidak aku duga sebelumnya.
Bahwa memang benar aku hanya ingin dijadikan satu-satunya dari pada salah
satunya.
Bayangkan
jika kita bertukar posisi. Apakah kau akan sekuat diriku mempertahankan
kedekatan ini bersamamu? Apakah kau akan setegar ini menahan luka seperti aku
menahan luka karenamu?. Rasakan semuanya, ini lebih pahit dari khayalanmu
tentang patah hati. Lebih buruk dari pengkhianatan. Lebih kejam dari peperangan
antara logika dan perasaan. Rasakan betapa menderitanya hati ini karena mu.
Apakah kamu sanggup? Ini terlalu sakit.
Kamu
tentu tidak akan pernah tahu rasanya jadi aku. Rasanya jadi gadis yang selalu
menatap ponsel hanya untuk menunggu kabar darimu. Kamu tak akan pernah tahu
rasanya jadi wanita yang tak tahu apa-apa, namun tiba-tiba dunianya menjadi
berbeda karena kehadiranmu. Kamu tak akan pernah tahu dan tak akan pernah mau
tahu rasanya jadi aku yang selalu menunggu kehadiranmu.
Untuk
mengalahkan cinta, aku perlu seribu kali lebih keras pada diriku sendiri. Harus
lebih keras mempertahankan logika karenamu. Aku tak dapat menduga kapan
kesedihan ini akan pergi. Namun kesedihan seburuk apapun itu, tetap akan ada
beberapa atau paling tidak satu alasahan untuk tersenyum.
TAMAT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar