Created By : Acandra Aryani
Sayang,
bisakah kau menjelaskan padaku. Mengapa semuanya menjadi serumit ini?
Aku
terus berusaha menghindari udara dingin malam ini. Seharusnya aku sudah
bersantai duduk di sofa mungil yang ada dikamarku sambil membaca beberapa novel
terbaru yang baru saja aku beli diiringi dengan hangatnya lilin aromatherapy yang kubakar. Tapi,
sekarang aku ada disini. Ditempat yang dingin, menyendiri. Menatap orang-orang
yang masih berusaha melawan dinginnya malam. Caffe ini memang tidak terlalu
sepi dan juga tidak terlalu ramai, namun sanggup membuatku merasa hal yang tak
normal dalam hubungan yang ku jalani ini.
Tak
ingin terus bersenandung dalam lamunan yang mengingatkanku pada fikiran tentang
hubungan ini. Ku pasang earphone dengan volume yang lumayan membuat gendang
telingaku bergetar. Jari ini menghipnotisku untuk memutar lagu Maudy Ayunda –
Untuk apa. Entah apa yang membuat jemariku membawaku seolah mengajakku untuk
mendengarkan lagu itu.
~Kini,
ku tahu bila cinta tak bertumpu pada status. Semua orang tahu bila kita
sepasang kekasih. Namun status tak menjamin cinta~.
Sayang, taukah kamu bahwa lagu itu membawa fikiranku untuk kembali memikirkan
tentang hubungan kita. Hubungan yang terjadi bukan hanya sebulan dua bulan.
Hubungan yang semakin waktu semakin konyol terasa. Tolong, tolong jelaskan agar
aku mengerti mengapa aku merasa hubungan kita sudah tidak sehangat dulu. Jangan
biarkan aku berdiri sendiri menahan hembusan angin yang membuat hatiku beku
berpaku terperangkap pada suasana ini.
Ingatkah sudah berapa lama kita menjalin
cinta? Bayangkan angka mana yang pantas untuk bandingan dengan rasa cinta
untukmu ini. Hitung berapa ribu orang yang telah mengetahui cerita cinta kita.
Sayang? Bukan kah kau sendiri yang selalu mengunggah kemesraan kita pada akun
Instagrammu? Kau sendiri yang selalu menelfonku jika satu jam saja aku tidak
ada kabar.
Untuk mengingat kapan kau selalu
menelfonku itupun kau tak pernah mau. Sebenarnya aku tak mengerti apa yang
sebenarnya kau rasakan. Aku hanya menduga-duga dengan apa yang aku rasakan.
Angkat aku sayang, angkat agar aku tak mempunyai fikiran buruk tentang-mu.
Hanya status yang menguatkan hubungan kita saat ini, namun status tak menjamin
cinta.
~Kini
ku tahu bila cinta tak bertumpu pada lidah. Lidah
bisa berkata namun hati tak sejalan. Kata-kata
tak menjamin cinta~.
Sadarkah kau sayang? Bahwa kau pernah berkata semanis gulali kepadaku.
Kata-kata yang mampu mengangkat rasa sayang dan rasa cinta ini untukmu. Aku
ingat betul setiap kata-kata yang pernah kau ucapkan. Setiap janji manis yang
selalu kau lontarkan. Setiap komitmen yang telah kita buat. Lantas, mengapa
sekarang sudah tidak berguna lagi?.
Kedekatan kita sebelum terjadi hubungan
ini memang tak membutuhkan waktu yang lama. Kamu pernah berkata bahwa kamu
benar-benar mencintaiku, benar-benar menyayangiku. Apakah itu benar-benar
gerakan dari hatimu? Atau mungkin memang dari lidahmu?. Tolong tanyakan pada
hatimu mengapa kita sudah tak seromantis dulu?. Sungguh, aku tak mengenal
dirimu, sosok yang kini menjadi sosok yang berbeda. Sikapmu yang jelas-jelas
menunjukan bahwa sekarang aku bukanlah satu-satunya yang pantas menerima cinta
tulusmu.
Kini
kita jarang punya kesempatan berbicara, berdua saja. Rasanya mustahil. Kamu dan
aku berbeda, air dan api, dingin dan panas. Tapi, aku selalu ingat perkataanmu,
"Hal yang mustahil di dunia ini hanyalah memakan kepala sendiri." Aku
tersenyum ketika barisan kalimat itu kau kirimkan untukku. Iya, harusnya aku
tak perlu sesenang itu, karena mungkin kamu menulisnya tanpa perasaan, hanya
untuk merespon perkataanku saja.
Pernah tidak terlintas dibenakmu untuk
memikirkan bagaimana ekspresi wajahku ketika kamu berkata “Aku akan menuntunmu
kejalan yang baik, karena aku cinta kamu. Amat sangat sayang kamu”, bisakah kau
fikirkan hal itu?. Harus dengan cara apa aku memohon agar kau kembali
mengucapkan setiap hal kepadaku dengan gerakan hati, bukan gerakan lidah.
Kata-kata tak menjamin cinta.
~Untuk
apa, Untuk apa cinta tanpa kejujuran. Untuk apa cinta tanpa perbuatan. Tak ada
artinya~. Serumit ini yang kini kita lalui. Atau
mungkin hanya aku saja yang melalui ini, sendiri. Tampan? Sudahkah kau berkata
jujur padaku? Bagaimana tanggung jawabmu dengan semua yang telah kau katakan
padaku. Jujur aku tak merasakan kejujuran dari setiap perkataanmu, kini. Kau
bercerita banyak hal, kau mengeluarkan banyak perkataan manis. Namun sorotan
matamu tak mendukung kata manis itu, kebohongan jelas terlihat disitu.
Suasana caffe yang semakin malam semakin
dingin ini terus menggoyakku untuk menikmati alunan musik dan lirik lagu Maudi
Ayunda – Untuk apa. Tak terasa air mata ini menetes satu persatu dan semakin
lama aliran air mata ini semakin deras. Mengingat setiap perbuatan yang kau
lakukan padaku. Lamunan ini menyadarkanku, tak ada perbuatan yang benar-benar
kau lakukan untuk mewakili rasa cintamu itu. Tak ada perbuatan yang kau
tunjukan untuk menjamin segala rasa sayangmu kepadaku.
~Untuk
apa, untuk apa cinta tanpa pembuktian. Untuk apa status kita pertahankan. Bila
sudah tak lagi cinta~. Entah mengapa, sampai saat ini
aku sungguh mencintaimu. Mencintai sosok pria yang sekarang sudah berbeda dari
awal perkenalan. Menyayangi sosok pria tampan yang tak sanggup memberi bukti
apa-apa dalam arti Cinta sesungguhnya. Dan entah mengapa saat ini aku sudah
merasa hubungan yang kita jalin tujuh bulan belakang ini semakin lama hanya aku
saja yang berjuang. Kemana sosok dirimu? Sosok yang mengisi hatiku pada tujuh
bulan yang lalu, sebelum sifatmu jauh berbeda seperti sekarang.
Aku tak mengerti apakah rindu yang seringkali
terucap dari matamu hanyalah drama yang kamu pentaskan dengan sangat lihai. Dan
apakah tujuh bulan ini hanyalah sandiwara yang kamu perankah dengan sangat
baik?. Aku tak tahu siapakah sosok yang sebenarnya sungguh aku cintai ini,
apakah kamu adalah orang baik-baik yang memang tulus mencintaiku atau hanya
orang yang senang meloncat dari satu hubungan ke hubungan yang lain untuk kepuasan
sendiri?.
Rasanya
menyebalkan jika aku tak mengetahui isi hatimu. Kamu sangat sulit kutebak, kamu
teka-teki yang punya banyak jawaban, juga banyak tafsiran. Aku takut
menerjemahkan isyarat-isyarat yang kau tunjukkan padaku. Tuan, apakah hubungan ini
hanya mengandalkan status ? Status yang entah berarti apa untuk aku dan kamu.
Kamu yang sudah tak lagi memperjuangkan kisah cinta kita.
Ku
mohon, agar kau mengatakan yang sejujurnya. Mungkin aku akan seperti anak kecil
yang menangis karena kehabisan lolipopnya bila mendengar kau mengaku bahwa kau
tak mencintai aku lagi. Untuk apa status kita pertahankan?. Sayang, mungkin kau
merasa tak enak untuk berkata yang sebenarnya ingin kau katakan. Aku hanya
menduga bahwa kau memang ingin mengakhiri hubungan ini. Sayang, mungkin memang
betul kau tak mencintaiku lagi seperti kau mencintaiku dulu. Sayang, aku tak
akan memaksa cinta, memaksa agar kau tetap disisiku. Aku tak akan
mempertahankan status yang rumit ini. Status yang sebenarnya tak berarti
apa-apa. Status yang hanya kuat pada satu pihak, aku. Dan runtuh pada pihak
lainnya, kamu.
Menghilangkan
cinta tak semudah menghapus bekas lipstick. Percayalah, seusai hubungan kita
ini rasa penyesalan itu pasti terjadi entah aku yang merasakan atau kamu yang
merasakannya. Penyesalan adalah cara menyadari bahwa kita pernah melakukan
kesalahan. Jika aku yang merasakannya, dimana letak kesalahanku? Bukannya aku
mementingkan egoisanku, namun lihat belakangan ini. Kamu lebih banyak berubah
dan mungkin sengaja menimbulkan kesalahan yang fatal.
Caffe
yang semakin malam semakin sepi ini berhasil membuka fikiranku dalam-dalam. Manusia
hanya dapat berharap dari kemungkinan demi kemungkinan. Berharap jika suatu
saat nanti kau sadar atas apa yang kau lakukan. Dan memohon kembali kepadaku.
Melupakan, mengulang dari awal berkenalan dan jatuh cinta lagi bukanlah hal
yang mudah untuk aku lakukan. Aku terlalu mencintaimu. Namun aku harus
melepaskanmu.
Lepaskan
dari pada memaksa. Ikhlaskan dari pada menyakitkan. Dan relakan dari pada harus
berjuang sendiri. Untuk apa status tanpa rasa cinta yang sesungguhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar